Kualitas Koneksi Starlink Dipertanyakan Akibat Masalah Lag yang Dialami

starlink lag

Konektivitas internet Starlink mengalami gangguan sinyal yang menyebabkan lag saat diuji coba di Puskesmas Pembantu Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, pada hari Minggu (19/5) yang lalu.

Respons terhadap masalah koneksi yang terjadi ini disampaikan oleh Ardi Sutedja, Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF). Menurutnya, penting bagi masyarakat dan pejabat di Indonesia untuk tidak terburu-buru mengadopsi Starlink karena dorongan FOMO (Fear of Missing Out).

Baca juga: Starlink Resmi Diluncurkan di Indonesia, Operator Seluler Desak Persaingan yang Adil

Ardi menyoroti bahwa jumlah pengguna Starlink masih terbilang sedikit setelah layanan tersebut baru saja diperkenalkan di Indonesia. Namun, ia juga mengevaluasi kualitas broadband yang ditawarkan setelah beroperasinya layanan ini.

“Dari insiden yang terjadi di Bali, kita melihat adanya masalah dalam sistem Starlink. Meskipun jumlah satelit Starlink cukup banyak, namun kapasitas yang disediakan untuk layanan konsumen ritel masih belum jelas. Hingga saat ini, Starlink tidak memberikan informasi yang jelas terkait kapasitas layanan yang mereka sediakan,” ujar Ardi dalam pernyataan tertulisnya pada Selasa (21/5/2024).

Berdasarkan pengalamannya, Ardi menegaskan bahwa teknologi satelit seringkali menghadapi berbagai kendala. Selain itu, Starlink juga rentan terhadap gangguan cuaca dan hambatan fisik seperti pohon atau bangunan yang dapat mengganggu sinyal alias nge-lag.

Sebagai tambahan, laporan riset Ookla per November 2023 menyebutkan bahwa kecepatan rata-rata Starlink di Amerika Serikat hanya mencapai 79 Mbps, jauh di bawah layanan AT&T Fiber yang mencapai 325 Mbps.

Baca juga: Starlink Bersiap Menuju Kota IKN: Transformasi Internet Satelit dan Teknologi Terbaru!

Ardi juga menyoroti bahwa perangkat penerima (ground segment) Starlink yang dijual di Indonesia masih menggunakan generasi kedua. Padahal, Starlink telah mengeluarkan perangkat generasi ketiga dan keempat. Menurutnya, hal ini terjadi karena kelebihan stok perangkat yang dijual di Indonesia.

“Starlink terlebih dahulu menghabiskan stok perangkat lama sebelum memasarkan generasi terbaru, meskipun menyadari bahwa perangkat tersebut tidak sepenuhnya cocok untuk kondisi di Indonesia,” tambahnya.

Lebih lanjut, Ardi menekankan bahwa harga perangkat Starlink yang dijual di Indonesia saat ini seolah-olah murah karena menggunakan perangkat generasi kedua. Namun, harga perangkat generasi terbaru lebih tinggi sekitar Rp 5 juta dibandingkan dengan harga perangkat yang saat ini dijual di Indonesia, yang mencapai Rp 7,8 juta.